Menggapai Ridha Allah
Khutbah Pertama:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ، اَلْحَمْدُ لِلَّهِ اَلَّذِيْ كَتَبَ عَلَى الدُنْيَا الفَنَاءُ، وَمَنْ سَلَكَ الْهُدَى كَتَبَ لَهُ الرِّضَى، أَحْمَدُهُ – سُبْحَانَهُ – وَالشُّكْرُ عَلَامَةُ الصِّدْقِ وَالوَفَاءُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ إِلَهٌ فِي الأَرْضِ وَفِي السَّمَاءِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَلْمَبْعُوْثُ بِالرَّحْمَةِ وَالهُدَى، صَلَّى اللهُ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اقْتَفَى.
أَمَّا بَعْدُ:
فَأُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهَ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Ibadallah,
Meraih keridhaan Allah Ta’ala adalah tujuan tertinggi dan teragung, bahkan ia merupakan tujuan para penghuni surga. Allah Ta’ala berfirman:
وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ أَكْبَرُ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar.” (QS. At-Taubah: 72).
Maka tidak ada yang lebih dicintai dan lebih mulia serta lebih besar dari keridhaan Allah. Bahkan meraih keridhaan Allah adalah impian yang mulia, yang karenanya mata orang-orang yang khosyah menangis, hati-hati kaum shalihin bersiap-siap untuk meraihnya, serta kaki-kaki bengkak dan pecah karena sholat di kegelapan malam.
Keridhaan ini dijadikan oleh Allah lebih dari surga, sebagai tambahan atas karunia surga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إنَّ الله – عز وجل – يَقُولُ لأَهْلِ الجَنَّةِ : يَا أهْلَ الجَنَّةِ ، فَيقولُونَ : لَبَّيكَ رَبَّنَا وَسَعْدَيْكَ ، فَيقُولُ : هَلْ رَضِيتُم ؟ فَيقُولُونَ : وَمَا لَنَا لاَ نَرْضَى يَا رَبَّنَا وَقَدْ أَعْطَيْتَنَا مَا لَمْ تُعْطِ أحداً مِنْ خَلْقِكَ ، فَيقُولُ : ألاَ أُعْطِيكُمْ أفْضَلَ مِنْ ذلِكَ ؟ فَيقُولُونَ : وَأيُّ شَيءٍ أفْضَلُ مِنْ ذلِكَ ؟ فَيقُولُ : أُحِلُّ عَلَيكُمْ رِضْوَانِي فَلاَ أسْخَطُ عَلَيْكُمْ بَعْدَهُ أبَداً
“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla berkata kepada penghuni surga, “Wahai penghuni surga..”, mereka berkata, “Kami memenuhi panggilan-Mu, kami mentaati-Mu”. Allah berkata, “Apakah kalian ridha (puas)?”, maka mereka berkata, “Kenapa kami tidak ridha (puas) sementara Engkau telah memberikan kepada kami apa yang tidak Engkau berikan kepada seorang pun dari ciptaan-Mu”. Maka Allah berkata, “Maukah Aku berikan kepada kalian yang lebih baik dari ini?”. Mereka berkata, “Apakah yang lebih baik dari ini?”. Allah berkata, “Aku telah menurunkan kepada kalian keridhaan-Ku, maka Aku tidak akan marah kepada kalian setelah ini selama-lamanya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Mencari keridhaan Allah adalah poros kehidupan para Nabi dan kaum shalihin. Musa ‘alaihissalam bersegera menuju keridhaan Allah, beliau berkata:
وَعَجِلْتُ إِلَيْكَ رَبِّ لِتَرْضَى
“Dan aku bersegera kepada-Mu. Ya Tuhanku, agar supaya Engkau ridha (kepadaku)”. (QS. Thaha: 84).
Nabi Sulaiman bersyukur kepada Rabnya dengan beramal dalam mengharapkan keridhaanNya. Ia berkata:
رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ
“Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang salih”. (QS. An-Naml: 19).
Dan kita melihat adab yang tinggi ini dari pemilik adab yang agung yaitu Rasul kita shallallahu ‘alaihi wa sallam, dimana beliau beradab –dalam berucap- kepada Rabnya tatkala bersedih karena mengharap keridhaan-Nya tatkala Ibrahim putra beliau wafat. Beliau berkata:
تَدْمَعُ الْعَيْنُ وَيَحْزَنُ الْقَلْبُ وَلاَ نَقُوْلُ إِلاَّ مَا يُرْضِي رَبَّنَا وإِنَّا بِكَ يَا إِبْرَاهِيْمُ لَمَحْزُوْنُوْنَ
“Mata menangis, hati bersedih, dan kami tidaklah mengucapkan kecuali yang mendatangkan keridhaan Rab kami, dan sungguh kami bersedih dengan kepergianmu wahai Ibrahim.” (HR. Muslim).
Tujuan yang tertinggi di sisi Rasul kita shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah meraih keridhaan Allah, dan kehidupan beliau berporos kepada mencari keridhaan Allah. Beliau memohon kepada Allah agar Allah memberi petunjuk kepadanya untuk melakukan amalan yang mendatangkan keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, beliau berkata:
أَسْأَلُكَ مِنَ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى
“Aku memohon kepada-Mu dari amalan yang Engkau ridhai.”
Beliau juga berkata:
وَأَرْضِنَا وَارْضَ عَنَّا
“Jadikanlah kami ridha (menerima) dan ridhailah kami.”
Beliau juga berkata:
الْحَمْدُ لَكَ حَتَّى تَرْضَى
“Segala puji bagi-Mu hingga Engkau ridha.”
Maka kehidupan dibawah naungan tujuan ini, dan mendidik jiwa di atas tujuan ini, akan mengumpulkan kebaikan agama dan dunia, mengasas pertumbuhan yang terarah maju, keberhasilan yang berkesinambungan dalam seluruh perencanaan dan kegiatan kita, yaitu tatkala kita menjadikan misi kita yang tertinggi adalah meraih keridhaan Allah.
Tentu tidak sama antara orang yang mencari keridhaan Allah dengan orang yang kembali membawa kemurkaan Allah dalam menyelusuri jalan kehidupan dan perkembangannya, dalam harta, dan dalam kesudahan. Barangsiapa yang mencari keridhaan Allah, maka ia akan mengikuti perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, menempuh jalan orang-orang yang shalih, serta beramal dengan amalan orang yang selalu merasa diawasi dan dilihat oleh Rabnya. Maka ia akan semangat menuju ketaatan Allah, dan ia akan mengarahkan dunianya kepada jalan Allah, dan ia akan memakmurkan bumi dengan kebaikan dan keterampilan.
Allah berfirman:
أَفَمَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَ اللَّهِ كَمَنْ بَاءَ بِسَخَطٍ مِنَ اللَّهِ
“Apakah orang yang mengikuti keridhaan Allah sama dengan orang yang kembali membawa kemurkaan (yang besar) dari Allah.” (QS. Ali Imran: 162).
Ini merupakan peraturan yang mulia, tidak sama antara orang yang mengikuti keridhaan Allah dengan orang yang kembali membawa kemarahan Allah. Barangsiapa yang memilih keburukan sebagai jalannya maka ia menyelisihi perintah Allah, melanggar larangan-Nya, bumi pun tertimpa kemudharatan karena buruknya dan hukuman maksiat yang ia lakukan, dan ia kembali dengan kemurkaan Allah.
Kaum mukminin berusaha meraih keridhaan Allah dengan megikhlaskan amal hanya untuk Allah, yang hal ini akan mengangkat nilai amalan, dan memperindah kesempatan produktivitas, serta memperkuat kualitas produk. Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا لأحَدٍ عِنْدَهُ مِنْ نِعْمَةٍ تُجْزَى (١٩)إِلا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِ الأعْلَى (٢٠)وَلَسَوْفَ يَرْضَى (٢١)
“Padahal tidak ada seseorang pun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya yang Maha tinggi. Dan kelak Dia benar-benar mendapat kepuasan.” (QS. Al-Lail: 19-21).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ فَارَقَ الدُّنْيَا عَلَى الإِخْلاَصِ للهِ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَقَامَ الصَّلاَةَ وَآتَى الزَّكَاةَ فَارَقَهَا وَاللهُ عَنْهُ رَاضٍ
“Barangsiapa yang meninggalkan dunia di atas keikhlasan hanya untuk Allah semata tidak ada sekutu bagiNya, dan menegakkan sholat serta menunaikan zakat, maka ia telah meninggalkan dunia dalam kondisi Allah ridha kepadanya.” (HR. Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrok)
Berusaha mencari keridhaan Allah merupakan indikasi As-Sidq (jujur/tulus) terhadap Allah, dan inilah yang akan bermanfaat pada hari kiamat.
قَالَ اللَّهُ هَذَا يَوْمُ يَنْفَعُ الصَّادِقِينَ صِدْقُهُمْ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (١١٩)
Allah berfirman: “Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar/tulus ketulusan mereka. Bagi mereka surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; Allah ridha terhadapNya. Itulah keberuntungan yang paling besar”. (QS. Al-Maidah: 119).
Orang-orang yang jujur/tulus meraih keistimewaan ini karena perbuatan mereka membenarkan perkataan mereka. Maka, apakah nilai sebuah keshalihan lahiriah agar dilihat oleh orang-orang sehingga memujinya, akan namun tatkala ia bersendirian maka iapun menunjukkan kepada Allah sikap penyelisihan.
Mendahulukan keridhaan Allah atas selainnya merupakan keselamatan dari kemunafikan.
يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ لَكُمْ لِيُرْضُوكُمْ وَاللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَقُّ أَنْ يُرْضُوهُ إِنْ كَانُوا مُؤْمِنِينَ
“Mereka bersumpah kepada kamu dengan (nama) Allah untuk mencari keridhaanmu, Padahal Allah dan Rasul-Nya Itulah yang lebih patut mereka cari keridhaannya jika mereka adalah orang-orang yang mukmin.” (QS. At-Taubah: 62).
Maka tidak akan diraih keridhaan hanya dengan menampakkan keimanan jika tidak disertai dengan pembenaran hati.
فَإِنَّ اللَّهَ لا يَرْضَى عَنِ الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ (٩٦)
“Sesungguhnya Allah tidak ridha kepada orang-orang yang fasik itu.” (QS. At-Taubah: 96).
Barangsiapa yang mencari keridhaan Allah maka hendaknya ia berlepas dari kemunafikan dan durhaka terhadap perintah Allah.
Al-Walaa (mencintai karena Allah) dan Al-Bara’ (membenci karena Allah) merupakan landasan keridhaan Allah, yaitu seorang muslim mencintai Allah dan mencintai siapa yang mencintai Allah dan mencintai agama-Nya. Serta membenci siapa yang membenci Allah dan memerangi agama-Nya, Ia loyal kepada kaum mukminin dan menolong mereka, tidak suka dengan kaum munafik dan membenci mereka.
Allah berfirman :
لا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الإيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (٢٢)
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, Sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. mereka Itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. mereka Itulah golongan Allah. ketahuilah, bahwa Sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.” (QS. Al-Mujadalah: 22).
Barangsiapa yang bersyukur kepada Allah dengan hati dan anggota tubuhnya maka ia meraih keridhaan Allah. Allah berfirman:
وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
“Dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (QS. Az-Zumar: 7).
Dan Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
إنَّ اللهَ لَيَرْضَى عَنِ العَبْدِ أنْ يَأكُلَ الأَكْلَةَ ، فَيَحمَدَهُ عَلَيْهَا ، أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ ، فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا
“Sesungguhnya Allah sangat ridha kepada seorang hamba yang memakan makanan lalu memuji Allah karena makanan tersebut, atau meminum suatu minuman lalu memuji Allah karenanya.” (HR. Muslim).
Orang-orang yang selalu ruku dan sujud maka nampak cahaya di wajah mereka dengan air wudu, berseri dengan cahaya sholat, mereka meraih keridhaan Rab mereka. Allah berfirman:
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.” (QS. Al-Fath: 29).
Barangsiapa yang meninggalkan syahwatnya karena Allah dan mengedepankan keridhaan Rabnya di atas hawa nafsunya maka ia meraih keridhaan Allah, dan terwujudkan apa yang ia cita-citakan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قَالَ رَبُّكُمْ عَزَّ وَجَلَّ : عَبْدِي تَرَكَ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ وَشَرَابَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِي، وَالصَّوْمُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
Rab kalian ‘Azza wa Jalla berkata: “Hambaku meninggalkan syahwatnya, makanannya, dan minumannya karena mencari keridhaan-Ku, dan puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang akan memberi ganjarannya.” (HR. Ahmad di Musnadnya dengan sanad yang shahih)
Adapun dzikir kepada Allah maka ia adalah amalan yang paling mendatangkan keridhaan Allah. Dan sesungguhnya seorang yang berdzikir ia mendapati keridhaan pada dirinya, ketenangan di dadanya, dan kebahagiaan di hatinya. Renungkanlah firman Allah Ta’ala tatkala Allah berbicara kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ini juga ditujukan kepada kaum mukminin:
فَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا وَمِنْ آنَاءِ اللَّيْلِ فَسَبِّحْ وَأَطْرَافَ النَّهَارِ لَعَلَّكَ تَرْضَى (١٣٠)
“Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa ridha/senang.” (QS. Thaha: 130).
Perkataan yang baik memiliki kemuliaan pada kandungan maknanya, keindahan yang dirasakan oleh telinga yang mendengarnya, serta pengaruh yang mendalam di dalam jiwa. Dengan perkataan tersebut Allah akan mengangkat derajatmu tanpa kau sadari. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ الله تَعَالَى مَا يُلْقِي لَهَا بَالاً يَرْفَعُهُ اللهُ بِهَا دَرَجاتٍ
“Sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengucapkan satu perkataan yang diridhai oleh Allah, yang tidak ia pedulikan perkataan tersebut, maka Allah mengangkatnya beberapa derajat karena perkataan tersebut.” (HR. Al-Bukhari).
Apakah seorang muslim lupa jalan terdekat untuk mencari keridhaan Allah?, metode terkuat dan teragung serta termulia dan terindah?, yaitu dengan meraih keridhaan kedua orang tua. Dan yang lebih mengena daripada ini, bahwasanya keridhaan ibu dan ayah bergandengan dengan keridhaan Rob. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
رِضَا الرَّبِّ فِي رِضَا الْوَالِدَيْنِ وَسَخَطُهُ فِي سَخَطِهِمَا
“Keridhaan Rab pada keridhaan kedua orang tua, dan kemarahan Rab pada kemarahan keduanya.” (HR. al-Bazzar).
Barangsiapa yang diridhai oleh Allah maka ia akan meraih kebahagiaan dan ketentraman.
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ
“Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya.” (QS. Al-Bayyinah: 8).
Dan sejuk pandangannya dengan keridhaan Rabnya kepadanya, maka ia tidak akan menempuh suatu jalan pun kecuali dimudahkan oleh Allah, tidaklah ia mengetuk satu pintu kebaikanpun kecuali akan dibukakan oleh Allah dan diberkahi oleh Allah.
Jika Allah telah ridha kepada seorang hamba maka Allah menerima sedikit amalannya dan Allah akan mengembangkannya, serta Allah akan memaafkan kesalahannya yang banyak dan menghapusnya. Barangsiapa yang diridhai oleh Allah maka ia akan meraih syafaat pada hari kiamat. Allah berfirman:
يَوْمَئِذٍ يَتَّبِعُونَ الدَّاعِيَ لا عِوَجَ لَهُ وَخَشَعَتِ الأصْوَاتُ لِلرَّحْمَنِ فَلا تَسْمَعُ إِلا هَمْسًا (١٠٨)يَوْمَئِذٍ لا تَنْفَعُ الشَّفَاعَةُ إِلا مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَنُ وَرَضِيَ لَهُ قَوْلا (١٠٩)
“Pada hari itu manusia mengikuti (menuju kepada suara) penyerudengan tidak berbelok-belok; dan merendahlah semua suara kepada Tuhan yang Maha pemurah, Maka kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja. Pada hari itu tidak berguna syafaat, kecuali (syafaat) orang yang Allah Maha Pemurah telah memberi izin kepadanya, dan Dia telah meridhai perkataannya.” (QS. Thaha: 108-109).
Orang-orang yang meraih ridha Allah adalah orang-orang yang dimuliakan, yang bahagia di dunia, dan tenang di akhirat.
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ (٢٧)ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً
“Hai jiwa yang tenang, Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.” (QS. Al-Fajr: 27-28).
Mereka meraih kemuliaan kesudahan yang indah.
فَادْخُلِي فِي عِبَادِي (٢٩)
“Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku.” (QS. Al-Fajr: 29).
Dan jika tubuh mereka telah meninggalkan dunia maka merekapun diberi kabar gembira dengan kenikmatan yang kekal abadi.
وَادْخُلِي جَنَّتِي (٣٠)
“Masuklah ke dalam syurga-Ku.” (QS. Al-Fajr: 30).
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعْنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ، أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى نِعْمَةِ الخَيْرِ وَالطَاعَاتِ، أَحْمَدُهُ – سُبْحَانَهُ – وَأَشْكُرُهُ عَلَى المَكْرُمَاتِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ إِلَهُ البَرِّيَاتِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ المُفَضِّلُ عَلَى العِبَادِ بِالرَّحْمَاتِ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ اَلْفَائِزِيْنَ بِالرِّضَا وَالْجَنَّاتِ.
أَمَّا بَعْدُ:
فَأُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ.
Ibadallah,
Kelirulah orang yang menyangka bahwa kekayaan dan kemiskinan memiliki hubungan dengan keridhaan dan kemarahan Allah, karena Allah memberikan harta kepada mukmin dan kafir. Allah berfirman:
كُلا نُمِدُّ هَؤُلاءِ وَهَؤُلاءِ مِنْ عَطَاءِ رَبِّكَ وَمَا كَانَ عَطَاءُ رَبِّكَ مَحْظُورًا (٢٠)
“Kepada masing-masing golongan baik golongan ini maupun golongan itu Kami berikan bantuan dari kemurahan Tuhanmu. dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi.” (QS. Al-Isra’: 20).
Sempitnya rezeki bukanlah indikasi akan kemarahan Allah, dan kekayaan juga tidaklah berarti Allah ridha. Lihatlah Qorun telah diberikan harta yang banyak serta perbendaharaan akan tetapi tidak menunjukkan bahwa Allah ridha kepadanya, karena Allah membenamkannya dan rumahnya ke dalam bumi.
فَأَمَّا الإنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ (١٥)وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ (١٦)
“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu Dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, Maka Dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya Maka Dia berkata: “Tuhanku menghinakanku”.” (QS. Al-Fajr: 15-16).
Di antara pernyakit adalah ingin tampil dengan amal shalih dan berharap keridhaan manusia. Dan yang lebih berbahaya dari ini adalah mengharapkan keridhaan manusia dengan mendatangkan kemarahan Allah, dan ikut-ikutan manusia dalam kesesatan mereka dan kefasikan mereka. Bisa jadi ia melakukan perkara yang haram karena takut kepada manusia, terkadang ia tetap duduk di majelis kemungkaran agar kerabatnya atau sahabatnya tidak marah, atau ia meninggalkan suatu kewajiban karena nggak enak dengan celaan mereka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ومن التمس رضى النَّاسِ بِسَخَطِ اللَّهِ سَخَطَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَسْخَطَ عليه الناسَ
“Barangsiapa yang mencari keridhaan manusia dengan kemarahan Allah maka Allah akan marah kepadanya dan menjadikan manusia marah kepadanya.”
أَلَا وَصَلُّوْا –عِبَادَ اللهِ – عَلَى رَسُوْلِ الهُدَى: فَقَدْ أَكْرَمَ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ، فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ، كَمَا بَرَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ ، وَأَذِلَّ الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهِ مِنْ قَوْلٍ وَعَمَلٍ، وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهِ مِنْ قَوْلٍ وَعَمَلٍ.
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الخَيْرِ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ، مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ، وَنَعُوْذُبِكَ مِنَ الشَّرِّ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ، مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِيْ هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا اَلَّتِي فِيْهَا مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا اَلَّتِيْ هِيَ مَعَادُنَا، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ، وَالْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فَوَاتِحَ الخَيْرِ وَخَوَاتِمَهُ وَجَوَامِعَهُ، وَأَوَّلَهُ وَآخِرَهُ، وَنَسْأَلُكَ الدَّرَجَاتِ العُلَى مِنَ الجَنَّةِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ النِعْمَتِكَ، وَتَحُوُّلِ عَافِيَتِكَ، وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ، وَجَمِيْعَ سَخَطِكَ.
اَللَّهُمَّ أَعِنَّا وَلَا تُعِنْ عَلَيْنَا، وَانْصُرْنَا وَلَا تَنْصُرْ عَلَيْنَا، وَامْكُرْ لَنَا وَلَا تُمْكِرْ عَلَيْنَا، وَاهْدِنَا وَيَسِّرْ لَنَا، وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ بَغَى عَلَيْنَا.
اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا لَكَ ذَاكِرِيْنَ، لَكَ مُخْبِتِيْنَ، لَكَ أَوَّاهِيْنَ مُنِبِيْنَ.
اَللَّهُمَّ تَقَبَّل تَوْبَتَنَا، وَاغْسِلْ حَوْبَتَنَا، وَثَبِّتْ حُجَّتَنَا، وَاسْلُلْ سَخِيْمَةَ قُلُوْبِنَا.
اَللَّهُمَّ وَفِّقْ إِمَامَنَا وَوَلِّيَ أَمْرِنَا لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى، اَللَّهُمَّ وَفِّقْهُ لِهُدَاكَ، وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ، وَوَفِّقْ نَائِبِيْهِ لِكُلِّ خَيْرٍ يَا أَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ وَفِّقْ جَمِيْعَ وُلَاةَ أُمُوْرِ المُسْلِمِيْنَ لِلْعَمَلِ بِكِتَابِكَ وَتَحْكِيْمِ شَرْعِكَ يَا أَرْحَمُ الرَاحِمِيْنَ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ.
عِبَادَ اللهِ: اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ ، وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
Diterjemahkan dari khotbah Jumat Syaikh Abdul Bari bin Iwadh ats-Tsubaiti (Imam dan Khotib Masjid Nabawi).
Oleh Ustadz Firanda Andirja
www.KhotbahJumat.com
Artikel asli: https://khotbahjumat.com/3166-menggapai-ridha-allah.html